“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” [QS. Al Baqarah: 222]
“Setiap anak adam sering berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang orang yang bertaubat.” [HR. Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Majah dan ad Darimi]
Sebagai manusia, seringkali kita melakukan kesalahan baik sengaja maupun tidak. Tidak sedikit dari kesalahan-kesalahan itu yang kemudian menjadi dosa. Oleh karena itu sudah sepantasnya bagi kita untuk terus mengoreksi diri terhadap kesalahan dan dosa kemudian bertaubat memohon ampun kepada Allah.
Dalam hadits lain disebutkan bahwa Allah akan gembira jika ada manusia yang bertaubat kembali kepada-Nya dengan kadar kegembiraan seperti seorang yang kehilangan untanya yang penuh muatan dalam perjalanan kemudian menemukannya kembali. Perlu dicatat bahwa perumpamaan unta dan muatan saat dalam perjalanan di gurun adalah suatu perumpamaan yang menggambarkan urgensi hal tersebut nyaris sebagai perkara hidup dan mati. Alasan untuk mendapatkan ridho Allah seyogyanya menjadi motivasi utama kita untuk kembali bertaubat kepada-Nya.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah sendiri memohon ampun kepada Allah dengan beristighfar sebanyak tujuh puluh sampai seratus kali dalam sehari. Bayangkan, seorang dengan level Rasulullah saja begitu intens dalam bertaubat, apalagi kita yang bergelimang dosa ini?! Kita lihat dari cerita kehidupan para ulama, bahwa semakin tebal keimanan, semakin tinggi ketakwaaan, bukan malah besar kepala dengan ketaatan dan merasa sedikit berdosa, tapi justru menjadi semakin sering bertaubat. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita jika ternyata kita masih enggan mengakui kesalahan dan sulit mengucap istighfar, bisa jadi kualitas ketakwaan kita memang rendah. Itulah motivasi kedua dalam bertaubat.
Motivasi lain bisa didapat dari ungkapan yang menyebutkan bahwa seorang mu’min akan memandang dosa seperti gunung sedangkan seorang munafiq memandang dosa seperti lalat. Berhati-hatilah jika mungkin suatu saat pernah menganggap kecil suatu dosa dengan berpikiran “ah, dosa yang ini sih akan hilang dengan sekadar berwudhu” atau “ah, dosa yang ini sih tidak sebanding dengan amal ibadah yang kulakukan selama ini” atau juga “ah, tidak apa-apa sekali-kali berbuat dosa kecil”, barangkali kita sudah terjerumus kepada kemunafikan. Seorang mu’min seharusnya bersikap hati-hati dengan dosa sekecil apapun itu dan bersungguh-sungguh memohon ampun atas dosa tersebut.
Secara garis besar, prosedur taubat dapat dijabarkan sebagai berikut:
- Tetapkan hati dan ikhlaskan niat
- Ucapkan permohonan ampun dengan lisan berupa kalimat istighfar dan dzikir
- Berazam sekuat tekad untuk meninggalkan, menjauhi, dan tidak mengulangi lagi perbuatan dosa tersebut
- Mengikuti dosa itu dengan perbuatan baik dengan harapan dampak buruk dari dosa tersebut dapat tertutupi oleh perbuatan baik yang dilakukan. Hal ini sangat penting jika ternyata kesalahan kita berhubungan dengan orang lain sehingga wajib bagi kita untuk mendapatkan maaf dari yang bersangkutan.
- Shalat sunnah dua rakaat sebagai penyempurna taubat
Semoga kita termasuk orang-orang yang bersegera kepada ampunan Allah dan bermotivasi untuk senantiasa menyucikan diri.
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang di sediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” [Ali-Imran: 133]