Tarbiyah Syakhsiyah 1 – Memahami Fadhail Al-Qur’an dan Membangun Rasa Cinta Al-Qur’an
*diringkas dari buku “Tarbiyah Syakhsiyah Qur’aniyah : 16 Langkah Membangun Kepribadian Qur’ani” karya Ustadz Abdul Aziz Abdur Rauf, Al-Hafidz, Lc.
Ketertarikan atau ketidaktertarikan kita terhadap sesuatu adalah tergantung pada latar belakang informasi dan pengetahuan kita tentang objek tersebut, dan yang dominan adalah terkait dengan kelebihannya dan manfaat yang terkandung di dalamnya. Karena itu, agar kita tertarik kepada Al-Qur’an, Rasulullah memberi banyak penjelasan tentang keutamaan-keutamaannya (Fadhail Qur’an). Sehingga ketika keimanan kepada Allah bertemu dengan penjelasan Rasulullah tentang Al-Qur’an, maka terbangunlah ketertarikan kepadanya.
Beriman dengan Al-Qur’an adalah karunia Allah yang sangat besar, yang tidak dapat dimiliki oleh sembarang orang. Maka, sangat disayangkan jika keimanan kita terhadap Al-Qur’an hanya sebatas keyakinan, tidak meningkat sesuai dengan petunjuk-petunjuk Rasulullah. Diantara solusinya adalah, kita harus menggali sedalam-dalamnya semua informasi yang dapat menjadikan kita lebih mencintai Al-Qur’an, misalnya dengan banyak mengetahui sisi-sisi keutamannya. Terlebih lagi, karena sejatinya setan selalu berusaha menjauhkan diri kita dari Al-Qur’an, dengan upaya agar jauh dari keutamaan-keutamaannya.
“Orang yang mahir berinteraksi dengan Al-Qur’an bersama para malaikat yang mulia dan taat, sedangkan yang membaca Al-Qur’an dengan terbata-bata dan ia merasa sulit, maka baginya dua pahala.” (HR. Muslim). Imam An-Nawawi dalam kitabnya, Syarh Muslim menjelaskan, bahwa kata “mahir” berarti, siap berinteraksi dengan membaca, menghafal, memahami, mentadabburi dan mengamalkan isinya. Pribadi seperti ini sangat dibutuhkan keberadaannya dalam masyarakat, karena akan berfungsi sebagai cahaya pencerah kehidupan umat yang terwarnai oleh ruh dan nilai-nilai Al-Qur’an. Kemuliaan Al-Qur’an juga diberikan kepada mereka yang masih terbata-bata membacanya, dengan janji dua pahala. Apresiasi ini sebagai pernghargaan atas kemauannya mendekatkan diri kepada Allah dengan Al-Qur’an.
Kemauan dan keyakinan terhadap dua pahala inilah yang akan menjadikan diri manusia untuk terus belajar dan membaca Al-Qur’an, walaupun harus menghadapi kesulitan dan membosankan. Namun ketika kondisi dapat berlangsung dalam waktu yang lama, pada akhirnya akan mengantarkan kepada kondisi mahir. Karena kemampuan ber-Al-Qur’an pada hakikatnya hanya masalah jam terbang, sedangkan mereka yang masih terbata-bata belum mencapai jam terbang yang ideal, sehingga kalau terus dibaca akan hilang keterbata-bataannya secara otomatis. Dari sini dapat kita pahami bahwa hadits di atas bukanlah legitimasi kepada mereka yang belum mampu membaca untuk tidak mampu terus sepanjang hidupnya, namun justru motivasi untuk terus belajar dan membaca agar meningkat menjadi mahir. Sedangkan kepada yang sudah mampu, dapat meningkatkan perhatiannya kepada Al-Qur’an dengan mengajar cara membacanya, berdakwah, dan lain sebagainya.
Ahlul-Qur’an adalah orang yang akan mendapat kebaikan dari Allah. “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari). Kebaikan berarti keberkahan. Dan hidup yang berkah menurut hadits ini berarti hidup aktif bersama Al-Qur’an dengan semangat belajar dan mengajarkannya kepada umat. Hal ini dapat dipahami mengingat, bahwa Rasulullah mengungkapkannya dengan huruf waw (dan; berarti kebersamaan) seperti “Umar dan Kayyis datang,” artinya mereka berdua datang bersama. Bukan dengan huruf fa, artinya maka, atau tsumma, artinya kemudian, sehingga dipahami belajar terlebih dahulu, setelah sekian tahun baru mengajarkannya. Dalam prakteknya tentunya objek yang kita ajar harus lebih sedikit ilmunya dari kita. Cara ini juga tidak akan merugikan, pasalnya selama kita mengajar, hal-hal yang belum kita ketahui, atau masih ragu -selama kita masih belajar- dapat kita tanyakan dan kita pelajari langsung kepada guru kita. Bahkan petunjuk Rasulullah ini sangat efektif untuk meningkatkan pengetahuan kita, karena dengan cara ini, berarti kita langsung praktik ilmu yang kita pelajari. Maka, sudah sepatutnya jika Rasulullah menjanjikan adanya kebaikan dibalik kegiatan belajar dan mengajarkan Al-Qur’an seperti ini. Pertimbangan lain, mengapa harus segera diajarkan walaupun kemampuan kita masih terbatas, karena Al-Qur’an merupakan kebutuhan hidup yang tidak dapat ditunda-tunda penyampaiannya kepada umat. Ibarat makan, sekalipun belum memenuhi syarat empat sehat lima sempurna, jika ada orang lain kelaparan, maka harus tetap diberi makanan, agar tidak mengalami kelaparan.
Selain itu mengajar Al-Qur’an berarti menyampaiakan, sehingga secara teknis tidak harus dalam bentuk formal dengan jumlah murid yang standar, dan ijazah yang formal juga. Pengajaran kepada seorang pun, seperti kepada anak, istri, atau suami tetap dinilai telah mengajarkan Al-Qur’an. Oleh karena itu, hilangkanlah kendala-kendala yang tidak syar’i, apalagi yang kita buat-buat sendiri, sepert jumlah murid harus banyak, dan lainnya. Semua ini agar tidak rugi kehilangan janji kebaikan yang telah dijelaskan dalam sabda Rasulullah di atas. Semangat ini akan menjadikan diri kita hidup selalu dengan semangat dakwah, untuk meraih kehidupan yang tidak pernah putus sampai hari kiamat, yang disebut oleh Allah, ajrun ghairu mamnuun. “Sungguh Allah akan memberikan hidayah kepada seorang karena usaha dakwahmu, itu lebih baik bagimu dari (mendapatkan) onta merah.” (HR. Bukhari).
Namun kita juga harus tetap memiliki obsesi mengajarkan Al-Qur’an dengan kemampuan yang optimal, selain dengan standar kemampuan tilawah beserta ilmu tajwid, juga hafal 30 juz, berwawasan luas, paham tafsir, hadits, fikih dan semua ilmu syar’i yang lain. Mengingat, obsesi memiliki standar yang optimal merupakan jalan agar umat merasakan manfaat lebih optimal. Maka kualitas seorang guru, tentu akan berpengaruh kepada kualitas umat. Akhirnya, yang penting jangan merasa puas apa adanya, padahal kita memiliki kesempatan dan daya dukung untuk meningkatkan kemampuan diri.
Demikianlah berbagai macam keutamaan dan kemuliaan yang dijanjikan oleh Rasulullah bagi yang rajin bersama Al-Qur’an di dunia. Semoga kita mampu membaca dan merenunginya dengan penuh keyakinan dan kerinduan, karena hanya dengan ini akan tumbuh motivasi mencintainya.