Berbicara tentang muslimah, ada banyak sekali rujukan yang terdapat dalam Al Quran dan hadits yang seharusnya menjadi panduan dalam langkah-langkah indah seorang wanita muslimah dalam menjalani setiap aktifitasnya di dunia untuk mendapatkan ridha Allah. Perubahan status ridho Allah yang semula dinisbatkan pada kedua orang tua akan berubah ketika sang muslimah menikah. Ridho suami adalah segalanya bagi seorang wanita dengan status istri. Mengapa itu menjadi sedemikian penting? Mengapa surga nerakanya seorang wanita muslimah kemudian harus ditentukan oleh seorang ikhwan yang kemudian menjadi suaminya? Mari coba simak hadits-hadits berikut.
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seorang wanita melaksanakan shalat lima waktunya, melaksanakan shaum pada bulannya, menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja ia kehendaki.” (HR Ibnu Hibban dalam Shahihnya)
“Aku melihat ke dalam Syurga maka aku melihat kebanyakan penghuninya adalah fuqara’ (orang-orang fakir) dan aku melihat ke dalam Neraka maka aku menyaksikan kebanyakan penghuninya adalah wanita.” (Hadis Riwayat Al- Bukhari dan Muslim)
“ … dan aku melihat Neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita. Para sahabat pun bertanya : “Mengapa (demikian) wahai Rasulullah?” Baginda s.a.w menjawab : “Kerana kekufuran mereka.” Kemudian ditanya lagi : “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Baginda menjawab : “Mereka kufur terhadap suami-suami mereka, kufur terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) nescaya dia akan berkata : ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.’ ” (Hadis Riwayat Imam Al-Bukhari)
Mengapa seorang istri shalihah dapat memasuki surga dari pintu mana saja seperti disebutkan pada hadits pertama? Melihat pahalanya yang sedemikain besar, bisakah kita lihat bahwa tersimpan fakta yang secara jelas bahwa menjadi seorang istri shalihah yang status ketaatannya terhadap suami terlihat setara dengan ibadah-ibadah utama sepert shaum, puasa dan menjaga kemaluan.
Namun pada dua hadits berikutnya disebutkan hal yang berkebalikan, bahwa kufurnya seorang istri terhadap suaminya bisa membawanya kepada neraka, yang menjadi penyebab mengapa mayoritas penghuni neraka adalah wanita.
Artinya, menyandang status sebagai istri shalihah memang tidak gampang dan penuh dengan tantangan. Tapi sekali ridha dari suami diperoleh, berdasarkan hadist-hadits tersebut, maka paling tidak satu syarat masuk surga bisa berhasil dikantongi bukan?
Allah ber Firman, “Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diriketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (QS. An Nisa [4]: 34)
Oleh karena itulah kemudian, menjadi penting untuk mengetahui sesuai dengan kaidah syariat Islam bagaimana mendapatkan ridho suami. Daaaan ternyata, sama halnya sebuah hukum jatuh untuk seorang wanita yang kebanyakan orang melihatnya sebagai bentuk pengekangan terhadap kebebasan wanita, ketaatan suami pada berbagai aspek juga (jika tidak diresapi lebih dalam) juga akan memberikan kesan bahwa Islam tidak mengindahkan status dan kedudukan seorang wanita. Sekilas bagaimana tidak, karena ketika seorang wanita telah berubah status menjadi seorang istri, bahkan untuk melaksanakan ibadah puasa, shalat berjamaah di masjid, mengunjungi orang tua sendir, dan juga sedekah, semuanya harus berdasarkan izin suaminya. Lalu apakah kemudian ini menjadi pembatas kebebasan seorang wanita yang sudah menikah? Sebatas mana sebenarnya pergerakan seorang istri? Ke masjid untuk shalat berjamaah? Puasa sunnah? Teman-teman mungkin pernah dengar bahwa untuk hal-hal ibadah demikian pun izin suami harus dikantongi sang istri. Mari sekali lagi menyimak rujukan sebagai berikut ini:
“Dan tinggal-lah kalian (para wanita) di rumah-rumah kalian.” (QS. Al Ahzab [33]: 33)
“Tidak halal bagi istri berpuasa (sunnah, –pen.) dalam keadaan suaminya ada di rumah, kecuali dengan izin sang suami.” (Hadits shahih, riwayat al-Bukhari 7/39, Muslim dengan syarah an-Nawawi 7/115, dan lain-lain)
“Apakah Anda (wahai Rasulullah) mengizinkan saya untuk mendatangi kedua orang tua saya?” (HR. al-Bukhari no. 3826)
Bentuk pengekangan kah? Karena apa-apa harus minta izin suami? Tapi sebenarnya jika ditelaah lebih lanjut bentuk-bentuk permintaan izin kepada suami ini adalah bentuk kasih sayang Allah kepada kedua insan suami istri untuk selalu lancar dalam melaksanakan komunikasi. Karena setelah diutarakan (minta izin), sang suami juga bisa jadi tidak akan melarang, bukan?
“Jika istri-istri kalian meminta izin kepada kalian pada malam hari untuk pergi ke masjid, izinkanlah mereka.” (HR. al-Bukhari 3/374)
Dari hadits-hadits tersebut dapat dilihat bahwa wanita tidak diperbolehkan keluar (dalam hadits yang telah disebutkan: keluar mengunjungi orang tua, keluar untuk shalat di masjid) kecuali dengan izin sang suami.
Selain itu,hal ini bisa dipandang juga sebagai bentuk perwujudan fiqh prioritas: perkara wajib (menaati suami) atas perkara sunnah (puasa sunnah, sedekah, shalat di masjid).
Tapi hal ini make sense bukan? Karena suami akan dimintai pertanggungjawaban atas segala yang diperbuat oleh sang istri. Status wali yang jatuh dari orang tua kepada sang suami ketika mitsaqan ghaliza ijab qabul ditunaikan antara pihak bapak sang wanita terhadap sang suami.
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. An Nisaa’ : 34)
Tapi bisa dibaca pada penggalan terakhir ayat di atas bahwa sekali sang wanita taat maka sang suami tidak boleh mencari jalan untuk menyusahkan sang istri. Betapa Maha Besar Allah dan perhatianNya terhadap kaummuslimah.
Karena wanita dijaga sedemikian rupa sehingga ada banyak rules yang mengikat namun ada pandangan pengekangan yang diberikan. Msalnya menutup aurat, bagi sebagian muslimah, tampak bahwa peraturan ini adalah bentuk pengekangan terhadap kebebasan wanita dan ini pula yang dijadikan bahan para penganut feminisme dan liberalisme untuk menghancurkan islam dari penghancuran generasi wanita nya. Karena Allah Yang Maha Mengetahui yang terbaik bagi hambaNya.
Last but not least:
Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Ada tiga golongan yang shalat mereka tidak diterima dan amalan mereka tidak diangkat kelangit: budak yang melarikan diri dari tuan-tuannya sampai dia kembali lalu meletakkan tangannya pada tangan-tangan mereka, wanita yang suaminya marah kepadanya sampai dia (suaminya) memaafkannya, dan orang yang mabuk sampai sadar.” (HR. At-Thabrani, Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah -hadits shahih)
Sumber :
https://rumaysho.com/947-pemimpin-wanita-menurut-kaca-mata-islam.html
http://muslim.or.id/9109-taati-suamimu-surga-bagimu.html
https://qonitah.com/izinmu-kepada-suamimu-jalan-menggapai-ridha-rabbmu/