terus terang sy geli sambil-senyum-nyaris-tertawa-agak-menangis liat
tulisan ttg ‘mencari kebenaran’,
bukankah dg islamnya kita berarti (insyAllah) kita sudah menemukan
kebenaran?!
permasalahannya bukan ‘mencari kebenaran’ tapi bagaimana agar menapaki
‘jalan kebenaran’ itu dengan baik dan istiqomah,
jika menyebut ayat:
“tunjukilah kami jalan yg lurus” [qs 1:6]
sungguh penafsiran paling bagus (menurut sy) yg pernah sy pelajari ttg
ayat tadi adalah:
“berilah kami hidayah ke jalan yg lurus dan berilah kami hidayah dalam
menapaki jalan yg lurus tersebut”
kemudian dihubungkan dengan ayat:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan ‘Tuhan kami ialah Allah’
kemudian mereka istiqomah, maka malaikat akan turun kepada mereka
dengan mengatakan ‘Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih’
dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah
kepadamu” [qs 41:30]
umar bin khattab mengartikan ‘istiqomah’ sebagai:
“tetap tegak berjalan dan tidak berjalan seperti tupai yang sesekali
berhenti kemudian menengok kesana kemari”
dan ayat [qs 1:6] tadi menurut ulama adalah do’a yg paling baik..
lalu apa maksudnya ucapan “selamat mencari” atau “silakan buktikan
sendiri”?!
jangan seolah-seolah di antara sekian pergerakan itu ada yg paling
benar kemudian tujuan pencariannya adalah berafiliasi dengan yg paling
benar itu..
(mungkin lebih tepatnya: paling cocok dan nyaman bagi pribadi masing2)
“Setiap anak adam sering berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang
berbuat salah adalah yang orang yang bertaubat” [HR. Tirmidzi, Ahmad,
Ibnu Majah dan ad Darimi]
manusia itu rentan khilaf,
begitu juga sistem pergerakan hasil ijtihad manusia pasti punya cacat,
sangat naif jika seorang berkapasitas tulabi mencukupkan sumber ilmu
dari satu pembinaan saja,
galilah ilmu dan tambal apa yg bolong dr pemahaman kita..
anekdot,
fulan1: kaifa haluk, akh?
fulan2: alhamdulillah ana sehat2
ustadz: antuma tau konjugat mu’tal wauw?
fulan 1&2: apaan tuh?
ustadz: wah, dari obrolannya sy kira kalian jago bahasa arab
fulan 1&2: ampun, ustadz
landasi aktivitas dengan ilmu,
jangan dulu berbicara soal (misalnya) fiqh da’wah jika perkara aqidah
saja tidak tau..
“Wahai para pengemban ilmu, ber-amal-lah kalian dengan ilmu itu.
Sebab sesungguhnya seseorang disebut `alim karena dia berilmu kemudian
beramal dan ilmunya selaras dengan amalnya. Karena kelak akan ada
beberapa kaum yang mengemban ilmu tapi ilmunya tidak pernah melewati
tenggorokkannya, keadaan mereka ketika mereka menyendiri berbeda
ketika mereka berada di antara orang banyak, amalnya berbeda dengan
ilmunya, mereka duduk berhalaqah-halaqah, satu sama lain saling
bangga dengan halaqah-halaqahnya, sampai ada seseorang yang marah
kepada kawan duduknya hanya karena kawannya duduk pada majelis lain
dan meninggalkan halaqahnya. Merekalah orang-orang yang amal-amal
mereka tidak akan diangkat dari majelis mereka kepada Allah.” [Ali bin
Abi Thalib]