Pada Surat Al-Fatihah, terdapat perbedaan qiro’at yang tujuh pada ayat keempat, keenam, dan ketujuh. Perinciannya adalah sebagai berikut;
Continue reading “Tujuh Qiro’at dalam Surat Al-Fatihah”
40 Hadits Al-Qur’an
Klik disini untuk download versi pdf
Hadits 1
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبَّادٍ الْمَكِّيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin `Abbad Al-Makki: telah menceritakan kepada kami Sufyan: dari Suhail dari `Atha’ bin Yazid dari Tamim Ad-Dari; bahwa Nabi shallallahu `alaihi wasallam bersabda, “Agama itu adalah nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, dan para pemimpin kaum muslimin, serta kaum awam mereka.”
HR Muslim [82]
Lihat juga: Abu Daud [4293]; Tirmidzi [1849]; Nasa’i [4126], [4127], [4128], [4129]; Ahmad [3111], [7613], [16332], [16333], [16336], [16337]; Darimi [2636]
Continue reading “40 Hadits Al-Qur’an”
Motivasi Berinteraksi dengan Al-Qur’an
Dalam satu kesempatan acara mabit i`tikaf bersama Ustadz Abdul Aziz Abdur Rauf, saya mendapatkan buku beliau yang berjudul “17 Motivasi Berinteraksi dengan Al-Qur’an” (diterbitkan langsung oleh panitia Masjid Raya Habiburrahman, PT Dirgantara Indonesia, Bandung, 2007). Alhamdulillah ada laman yang menulis ikhtisarnya sehingga dapat diakses lebih mudah (jazahumullahu khayran). Berikut saya cantumkan sinopsis beserta tautan yang bisa ditelusuri untuk setiap topik bahasan. Mudah-mudahan bisa mempertahankan dan meningkatkan motivasi kita dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an. Pun semoga Allah senantiasa menjaga Al-Ustadz dan menjadikan ilmu beliau bermanfaat untuk umat.
Continue reading “Motivasi Berinteraksi dengan Al-Qur’an”
Tarbiyah Syakhsiyah Qur’aniyah (6)
Tarbiyah Syakhsiyah 10 – Membekali Diri dengan Al-Qur’an
*diringkas dari buku “Tarbiyah Syakhsiyah Qur’aniyah : 16 Langkah Membangun Kepribadian Qur’ani” karya Ustadz Abdul Aziz Abdur Rauf, Al-Hafidz, Lc.
Allah menurunkan Al-Qur’an bagi umat manusia sebagai minhajul hayah (pedoman hidup) yang tidak terikat ruang dan waktu. Sesungguhnya kebenaran dan keindahan Al-Qur’an yang telah dinikmati generasi sahabat dan para salafus shalih dapat kita nikmati pula. Kita harus yakin bahwa jaminan kemudahan menikmati Al-Qur’an -diberikan Allah kepada siapapun- tetap berlaku sepanjang zaman.
Continue reading “Tarbiyah Syakhsiyah Qur’aniyah (6)”
Biografi Qari’: Abul Qasim Asy-Syathibi
Imam Asy-Syathibi memiliki nama lengkap Abul Qasim bin Firruh bin Khalaf bin Ahmad Asy-Syathibi Ar-Ru`ayni. Firruh adalah bahasa lokal yang berarti “besi”; sedangkan Ar-Ru`ayni dinisbatkan kepada satu suku di Yaman. Di dunia ilmu qira’at, dia lebih dikenal dengan sebutan Imam Asy-Syathibi, seorang ulama besar dalam bidang tersebut pada zamannya. Ia dilahirkan di penghujung tahun 538H di kota Syathibah, sebuah kota di Andalusia (region kekuasaan Islam di semenanjung Iberia -Spanyol dan Portugal- pada masa itu).
Continue reading “Biografi Qari’: Abul Qasim Asy-Syathibi”
Bagaimana Al-Qur’an Sampai kepada Kita (6)
Beralih ke masa abad kedua Hijriah dimana terjadi perumusan dan penulisan ilmu-ilmu syar`i. Pada masa Nabi saw, tidak ada penulisan ilmu dari beliau selain Al-Qur’an. Nabi saw berkata, “Jangan kalian tulis dariku sesuatu selain Al-Qur’an. Siapa yang menulis dariku sesuatu selain Al-Qur’an hendaklah menghapusnya.” Hanya sedikit, terbatas jumlahnya, dari para sahabat yang menulis selain Al-Qur’an, diantaranya `Abdullah bin `Amr bin `Ash ra. Itu dilakukan karena dikhawatirkan Al-Qur’an akan bercampur dengan tulisan-tulisan yang lain.
Continue reading “Bagaimana Al-Qur’an Sampai kepada Kita (6)”
Bagaimana Al-Qur’an Sampai kepada Kita (5)
Sebagaimana telah diketahui bahwa Nabi saw adalah seorang dari bangsa Arab. Bangsa Arab berbicara dengan menggunakan bahasa Arab. Pada zaman Muhammad saw, bangsa Arab terdiri dari banyak kabilah yang sebagiannya menetap di Makkah, Yatsrib (Madinah), sebagian lagi tinggal di kawasan Bani Tamim (sekarang Riyadh), adapula yang berdomisili di pesisir timur jazirah Arab. Kabilah-kabilah tersebut berbicara dengan bahasa Arab. Setelah sebelumnya dibahas dari segi penulisan, di segmen ini akan dibahas tentang Al-Qur’an dari segi lisan.
Continue reading “Bagaimana Al-Qur’an Sampai kepada Kita (5)”
Bagaimana Al-Qur’an Sampai kepada Kita (4)
Pasca wafatnya khalifah Abu Bakar ra, mushhaf Ash-Shiddiqiyyah beralih ke tangan `Umar bin Khaththab ra sebagai khalifah kaum muslimin yang baru selama sepuluh tahun kepemimpinan beliau. Kemudian setelah `Umar ra meninggal dunia, mushhaf tersebut disimpan oleh putrinya, Hafshah ra, ummul mukminin, istri Rasulullah saw. Ketika `Utsman bin `Affan ra menjadi khalifah, beliau tidak serta merta mengambil alih kepemilikan mushhaf. Sebagaimana diketahui bahwa `Utsman ra memiliki sifat haya’ (malu), sehingga dapat dimengerti jika beliau mendahulukan respek ketimbang memerintahkan kepada Hafshah ra untuk menyerahkan mushhaf kepadanya sebagai khalifah yang baru. `Utsman ra memberikan kepercayaan kepada Hafshah ra dengan statusnya sebagai putri `Umar ra serta istri Nabi saw. Mushhaf berada di tangan terpercaya dan tidak perlu dikhawatirkan.
Continue reading “Bagaimana Al-Qur’an Sampai kepada Kita (4)”
Bagaimana Al-Qur’an Sampai kepada Kita (3)
Penulisan Al-Qur’an tahap kedua terjadi pada masa khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra, setelah wafatnya Rasulullah saw. Di zaman itu terjadi perang riddah melawan orang-orang murtad yang menyebabkan banyak diantara qari’ Al-Qur’an yang terbunuh. Begitulah qurra’ pun ambil bagian dalam perjuangan mempertahankan kemuliaan Islam. Melihat banyaknya qari’ yang wafat, `Umar ra menjadi khawatir terhadap tulisan-tulisan Al-Qur’an yang tersebar di kalangan sahabat tersebut akan hilang. Segmen-segmen itu sangat berharga karena ditulis langsung di hadapan Rasulullah. Walaupun para sahabat telah menyebarkan manuskrip Al-Qur’an dan yang lain telah menyalinnya, namun tentu saja salinan itu tidak sama nilainya dengan tulisan asli. Manuskrip asli yang ditulis di atas lembaran kulit, lempeng batu, atau pelepah kurma itu ditulis dengan pengawasan samawi yang mana selesai penulisan setelah mendapatkan ridha dari Rasulullah saw dalam majelis nubuwwah. Salinannya bisa jadi identik, bisa juga tidak, karena tidak mendapatkan pengawasan seperti halnya tulisan asli. Demikian pemikiran `Umar. Dan Ingatlah bahwa pemikiran `Umar ra adalah hal yang disebut Rasulullah saw, “Seandainya ada nabi setelahku, pastilah orang itu `Umar.”
Continue reading “Bagaimana Al-Qur’an Sampai kepada Kita (3)”
Bagaimana Al-Qur’an Sampai kepada Kita (2)
Telah dibahas sebelumnya bahwa penjagaan Al-Qur’an dimulai sejak pertama kalinya diturunkan. Ketika diturunkan dari langit ke dalam hati Rasulullah saw, beliau menerimanya secara lafaz, makna, serta segala yang dikehendaki Allah dalam penurunannya, baik tersurat maupun tersirat. Beliau saw pun mengajarkan kepada kita apa-apa yang Allah perintahkan untuk diajarkan. Allah berfirman, “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya.” (Al-Maidah: 67). Maka serta merta Nabi saw menyampaikannya kepada para sahabat dengan cara tertentu, yaitu dengan melafalkannya melalui mulut Beliau saw dan para sahabat mendengarkan dengan telinga manusiawinya. Kemudian para sahabat melafalkannya kembali di hadapan Rasulullah saw yang menyimak dengan telinganya. Dalam pada itu, Nabi saw akan membenarkan dan/atau memperbaiki. Jika proses talaqqi sudah terkonfirmasi, bangkitlah para sahabat untuk menyampaikan Al-Qur’an kepada yang lain.
Continue reading “Bagaimana Al-Qur’an Sampai kepada Kita (2)”