Tarbiyah Syakhsiyah 3 – Apa Kewajiban Kita Terhadap Al-Qur’an?**
*diringkas dari buku “Tarbiyah Syakhsiyah Qur’aniyah : 16 Langkah Membangun Kepribadian Qur’ani” karya Ustadz Abdul Aziz Abdur Rauf, Al-Hafidz, Lc.
**terjemahan dari petikan kitab “Majmu’ah ar-Rasa`il” Syeikh Hasan Al Banna, yang berjudul “Haqqul-Qur’an”
Tujuan diturunkan Al-Qur’an yang paling penting dari kewajiban yang Allah perintahkan kepada umat Islam adalah tiga, yaitu : 1) Memperbanyak tilawah sebagai bentuk ibadah pendekatan diri kepada Allah. 2) Menjadikannya sebagai sumber hukum agama dan syari’at, sehingga harus dipelajari, digali dan dijadikan sebagai alat istinbath (menentukan hukum suatu perkara). 3) Menjadikannya sebagai pondasi dalam urusan hukum dunia, karena ayat-ayatnya sangat akurat dan realistis. Itulah tiga tujuan utama yang telah Allah tetapkan dalam Kitab-Nya, dengannya Dia mengutus Nabi-Nya, dengannya diwariskan kepada kita sebagai pemberi nasihat, pengingat, penentu hukum yang adil dan penunjuk jalan yang lurus. Inilah yang dipahami salafus shalih kita, dan mereka telah melaksanakannya dengan pelaksanaan yang sebaik-baiknya.
Bagi salafus shalih kita, Al-Qur’an bagaikan taman di hati mereka, dan menjadi rutinitas ibadah mereka sepanjang siang dan malam. Semoga Allah meridhai Utsman bin Affan ra., ketika terbunuh dan pedang masih di lehernya, namun saat itu sedang membaca Al-Qur’an. Ketika mereka (salafus shalih) akan menentukan suatu hukum, maka yang pertama kali dijadikan sebagai sumber adalah Al-Qur’an. Begitulah kondisi Al-Qur’an pada masa dahulu. Ketika Islam mulai tumbuh, pengaruhnya sangat terasa dalam kehidupan. Pada saat itu semua umat Islam benar-benar memahami apa yang difirmankan oleh Allah, “Ini adalah sebuah Kitab yang Kami (Allah) turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (Shad [38]: 29)
Umat Islam kemudian membatasi fungsi Al-Qur’an cukup sebagai jimat-jimat bagi keluarga mereka yang sakit, dan selingan dalam acara-acara mereka, baik saat acara bela sungkawa, maupun saat bergembira. Bahkan ketika dibaca, mereka tidak serius mendengarkan, tapi berpaling dan main-main, sibuk dengan obrolan dan gerakan iseng, padahal Al-Qur’an meminta mereka dengan tegas, “Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (al-A’raf [7]: 204)
Dahulu Al-Qur’an menjadi hiasan indah pelaksanaan shalat, dan dewasa ini menjadi hiasan acara seremonial. Dahulu menjadi penegak keadilan dalam lembaga peradilan, sekarang telah menjadi hiburan orang-orang yang hidup tanpa tujuan yang jelas. Ia menjadi selingan dalam akad pernikahan, acara ceramah-ceramah, dan lain sebagainya.
Jika diperhatikan, terdapat sebuah kontradiksi yang luar biasa dalam sikap memuliakan Al-Qur’an. Kita semua mengagungkannya, membelanya, dan mendekatkan diri kepada Allah dengan Al-Qur’an, semua ini tidak diragukan sebagai hal positif. Namun semuanya menjadi salah dalam cara mengagungkannya, dan menyimpang cara membelanya dan tersesat cara mendekatkan dirinya kepada Allah. Karena kita belum melaksanakan fungsi-fungsi Al-Qur’an dengan sempurna.
Bukankah ini bentuk sikap penyia-nyiaan terhadap Al-Qur’an? Jika dahulu lembaga yang mempelajari Al-Qur’an didatangi banyak orang, sekarang menjadi sepi, yang datang hanyalah orang yang sedang minta diobati dengan ruqyah saja. Berarti kita benar-benar telah menyia-nyiakan Al-Qur’an dan seakan-akan ia Kitab peninggalan yang berharga ini tidak ada lagi eksistensinya, dan tidak diterapkan lagi hukumnya. Inilah sesungguhnya bencana yang paling besar.
Ketahuilah bahwa gerakan dakwah berjuang keras untuk mengembalikan umat ini kepada Al-Qur’an, agar mereka beribadah dengan tilawahnya, dan mengambil cahaya dari pemahaman ulama salaf terdahulu yang sudah populer. Menuntut umat agar melaksanakan hukum-hukumnya, mengajak masyarakat dan bersama mereka kita realisasikan tujuan ini, yang merupakan tujuan hidup seorang muslim yang paling tinggi di dunia ini. Dan milik Allah-lah semua urusan ini sebelum dan sesudahnya.
One Reply to “Tarbiyah Syakhsiyah Qur’aniyah (3)”