Telah dibahas sebelumnya bahwa penjagaan Al-Qur’an dimulai sejak pertama kalinya diturunkan. Ketika diturunkan dari langit ke dalam hati Rasulullah saw, beliau menerimanya secara lafaz, makna, serta segala yang dikehendaki Allah dalam penurunannya, baik tersurat maupun tersirat. Beliau saw pun mengajarkan kepada kita apa-apa yang Allah perintahkan untuk diajarkan. Allah berfirman, “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya.” (Al-Maidah: 67). Maka serta merta Nabi saw menyampaikannya kepada para sahabat dengan cara tertentu, yaitu dengan melafalkannya melalui mulut Beliau saw dan para sahabat mendengarkan dengan telinga manusiawinya. Kemudian para sahabat melafalkannya kembali di hadapan Rasulullah saw yang menyimak dengan telinganya. Dalam pada itu, Nabi saw akan membenarkan dan/atau memperbaiki. Jika proses talaqqi sudah terkonfirmasi, bangkitlah para sahabat untuk menyampaikan Al-Qur’an kepada yang lain.
Rasulullah saw menyampaikan Al-Qur’an kepada umatnya dengan dua macam cara: lisan dan tulisan. Ketika bagian Al-Qur’an diturunkan, Rasulullah saw akan memanggil para penulis wahyu yang hadir di sekitarnya. Ada beberapa sahabat yang pandai menulis, karena pada zaman itu yang biasa menulis hanya sedikit (mungkin tiga, empat, atau lima) dibanding dengan masa kini. Dan begitulah, ketika diturunkan, wahyu ditulis di hadapan Rasulullah saw. Adapun cara yang lain adalah dengan lisan, sebagaimana yang telah dipaparkan. Itulah mulanya proses penjagaan nash Al-Qur’an (secara cermat dan hati-hati) setelah diturunkan, sehingga teksnya kini kita dapatkan dengan rentang lebih dari 1400 tahun. Semua itu melalui beberapa tahap penulisan.
Awal penulisan Al-Qur’an adalah ketika ia diturunkan, di hadapan Rasulullah saw, dan wahyu hadir. Pada saat itu kodifikasi berwujud tulisan-tulisan yang berserak. Perlu ditekankan bahwa awal penulisan adalah ketika wahyu hadir. Yakni ketika bagian Al-Qur’an diturunkan, Rasulullah memanggil penulis yang hadir di sekitarnya untuk menulis di depannya selagi Jibril as hadir untuk membenarkan jika ada kesalahan. Allah berfirman, “Seandainya dia mengadakan sebagian perkataan atas Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya, Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya.” (Al-Haqqah: 44-46). Perhatikan kalimat “niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya.” Jika si penulis menulis, kemudian berniat mengubah kata yang ia tulis, serta-merta Allah akan segera mencegahnya melanjutkan penulisan. Itulah maksud “Kami pegang dia pada tangan kanannya”, karena asosiasi tangan kanan digunakan untuk menulis. Seperti halnya nash Al-Qur’an dijaga saat penurunannya ke langit dunia, maka penjagaan itu juga tetap ada ketika sampai di bumi.
Jika dikatakan bahwa Muhammad saw adalah seorang yang tidak bisa membaca dan menulis, akan tetapi disana ada Jibril as. Rasulullah saw adalah penyampai dari Rabb-nya. Apakah jika penulis mengganti kata dari yang seharusnya ditulis, maka Allah akan membiarkannya? Lalu Jibril as juga mendiamkan? Walaupun Rasulullah saw buta huruf, namun itu untuk ukuran manusia dan bukan untuk ukuran Allah. Dia berfirman, “dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.” (An-Nisa: 113). Selanjutnya Allah juga berfirman, “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah.” (Ali `Imran: 164). Adalah Nabi saw dalam posisi pengajar karena Jibril as juga hadir ketika itu.
Hingga akhirnya majelis itu bubar dan Rasulullah saw ridha atas tulisan-tulisan yang ditulis di hadapannya. Seminimalnya status tulisan tersebut adalah sunnah taqririyah yang berarti Rasulullah saw telah mengkonfirmasinya. Demikianlah dimulainya penulisan Al-Qur’an pada tahap yang pertama.
(bersambung insya Allah)