Hasad (dengki) adalah benci terhadap hal keni`matan yang Allah berikan kepada orang lain. Baik itu berkeinginan hilangnya ni`mat tersebut maupun tidak (hanya sebatas tidak suka). Definisi yang seperti ini juga dipaparkan oleh Ibnu Taimiyyah rahimahulloh.
Kadangkala, hasad ini sulit dihindari oleh manusia karena bisa saja muncul secara tiba-tiba. Jika hasad maka jangan diikuti terus perasaan itu. Apabila seorang merasakan dalam hati ada hasad kepada orang lain maka jangan sampai rasa itu mendorongnya untuk berbuat zhalim, baik dengan perkataan (ghibah, fitnah, dll.) maupun perbuatan.
Orang yang hasad sekaligus terjerumus pada beberapa kesalahan berikut:
1. Orang yang hasad berarti membenci ketetapan atau taqdir Allah. Ni`mat yang diberikan kepada seseorang adalah ketentuan Allah. Oleh karena itu, jika membenci datangnya ni`mat pada orang lain maka juga berarti membenci ketentuan Allah.
2. Hasad memakan kebaikan-kebaikan pada orang tersebut sama seperti api yang memakan kayu bakar. Sebab umumnya orang yang hasad itu suka berbuat aniaya kepada orang yang didengkinya. Misalnya dengan cara berghibah tentang dia, membuat orang-orang benci pada dia, atau memfitnah agar kehormatannnya jatuh. Konsekuensinya, ghibah dan/atau fitnah itu sama dengan memberikan kebaikan-kebaikan kita kepada orang yang dighibah/difitnah. Artinya hilanglah kebaikan-kebaikan yang dimiliki.
3. Pendengki itu hatinya selalu merasa panas, sedih, dan kecewa setiap kali melihat keni`matan yang diberikan Allah kepada orang lain.
4. Salah satu karakter orang yahudi yang dominan adalah dengki. Hasad termasuk tasyabbuh (menyerupai) orang yahudi. Sebagaimana diketahui bahwa tasyabbuh terhadap satu kaum berarti termasuk golongan mereka.
5. Sekuat apapun rasa hasad, tidak mungkin rasa hasad itu menghilangkan ni`mat yang ada pada orang lain. Dengki itu sama sekali tidak berpengaruh pada orang yang didengki, akan tetapi justru banyak berpengaruh besar terhadap pendengki itu sendiri.
6. Dengan sifat hasad, berarti imannya tidak sempurna. Karena sesuai perkataan Nabi, bahwa tidak beriman salah seorang sehingga dia menyukai sesuatu teralami pada saudaranya sebagaimana dia juga menyukai apabila sesuatu itu dia alami.
Allohu wa Rosuluhu a`lam.