wanita adalah seorang anak putri, seorang saudara perempuan, seorang istri, dan juga seorang ibu. jika wanita baik maka baiklah masyarakat sedangkan jika ia rusak maka rusaklah masyarakat. status mulia seperti itulah yang membuat para wanita juga memiliki kewajiban berjihad. tentu jihadnya wanita adalah bentuk jihad yang berada pada ranahnya dan sesuai segmentasi serta domainnya.
jihad disini bukanlah dalam arti sempit peperangan fisik. secara bahasa jihad berarti ‘mengeluarkan kekuatan dan apapun yang mampu dilakukan’. ibnu qoyyim mengklasifikasikan jihad sebagai berikut:
1. jihad melawan hawa nafsu
2. jihad melawan syetan
3. jihad melawan orang kafir dan munafiq
4. jihad melawan kemungkaran dan kezhaliman
poin jihad melawan hawa nafsu dijabarkan antara lain: jihad mempelajari islam, jihad mengamalkan ilmu, jihad mendakwahkan ilmu, dan jihad dengan sabar dalam berdakwah. belajar ilmu agama adalah wajib agar wanita tidak terjerumus pada kenistaan akibat ketidakpahaman mereka akan islam terutama masalah syariat kewanitaan. kemudian setelah mempelajari hendaknya mengamalkan dan mendakwahkan / mengajarkan / memberikan keteladanan kepada wanita-wanita lain.
masalah jihad melawan syetan terbagi dua. pertama dengan menolak segala hal syubhat. di antara bentuk syubhat ini adalah paham feminisme dan ancaman lain terhadap adab-adab wanita. kedua dengan mengendalikan segala nafsu syahwat. hal ini sebagaimana ungkapan bahwa syahwat terbesar bagi wanita adalah perhiasan (yang juga mencakup masalah tabarruj). jelas perkara interaksi lawan jenis tetap merupakan yang utama.
sebagai mahasiswi ia dapat memberikan porsi dakwah dalam rangkaian kehidupannya di kampus. menjadi pengajar qur’an atau mentor adalah salah satu cara. selain itu, pergaulannya dengan teman dapat dimanfaatkan dengan mengajak kepada kebaikan, mendiskusikan perkara islam, memperbaiki kesalahan, serta memberikan keteladanan dalam berakhlaq dan berislam. tidak lupa dalam (memaknai) aktivitasnya di organisasi intrakampus maupun ekstrakampus ia tetap menebar nilai-nilai agama.
sebagai guru/dosen ia dapat menjadi panutan bagi murid/mahasiswa/i dalam berpenampilan dan berakhlaq serta dalam keikhlasan beramal. memanfaatkan setiap kesempatan untuk memberi nasihat dan/atau teguran terhadap problema dengan hikmah. kemudian juga menyemangati dalam menuntut ilmu dan mendalami islam.
apa hubungan jihad dengan status sebagai anak putri dan saudara perempuan? berbakti pada orang tua serta berusaha menjadi jalan hidayah bagi keluarga. ingatlah bahwa para sahabat al-qur’an dan para mujahidah kelak dapat memberi pertolongan/syafaat untuk keluarganya di akhirat. bakti dunia-akhirat.
sebagai istri tentu terkait pergaulan suami-istri. akan sangat melebar jika dibahas detail. namun singkatnya adalah dengan bahu-membahu dalam keta’atan kepada Allah, nasihat-menasihati dan bermusyawarah, serta bersama-sama berdakwah dan berjihad.
sebagai ibu jelas berperan mendidik dan mengasuh anak-anaknya dengan adil. membuat hati anak selalu bergantung kepada Allah dan mengajarkan dzikir. mengenalkan hukum halal dan haram. membiasakan anak untuk mengerjakan kewajiban shalat dan puasa. mengajarkan al-qur’an, sunnah, dan ilmu-ilmu bermanfaat serta menyemangati untuk menghafal (qur’an), memahami, dan mengamalkannya. mengembangkan minat baca dengan menyediakan buku-buku. menanamkan sifat kebajikan dan pemenuhan hak-hak orang lain. menyiapkan anak untuk berdakwah amar makruf nahi munkar. mendidik untuk berbakti kepada orang tua serta menjaga silaturahim. juga menyekolahkan ke sekolah yang baik.
bunda adalah madrasah pertama para calon guru. membina anak bukan sekadar kemurahan hati bunda, tapi ianya adalah fitrah dan kewajiban yang diamanahkan Allah. maka tanamkanlah aqidah yang lurus sebagai pondasi anak. patrikan kecintaan kepada Allah dan rasul. dorong anak agar bersemangat menuntut ilmu. tancapkan adab dan akhlaq padanya. ajarkan kesabaran dan keberanian. tidaklah ada ulama besar seperti syafi’i, pemimpin adil semacam umar bin abdul aziz, atau pejuang tangguh semisal hasan al-banna kecuali terlahir dari rahim dan terawat oleh lentik jari sang bunda yang juga istimewa.
sebagai masyarakat umum, wanita mesti berperan layaknya ummahatul mu’minin (para ibu kaum mu’min yaitu para istri rasul) yang menyalurkan ajaran rasul kepada kaum wanita. atau yang dikenal di masa kini dengan mengadakan/mengajak ke pengajian. bagi yang memiliki kapasitas keilmuan dan profesi di bidang spesifik tentunya juga dapat mengaplikasikannya sebagai bentuk perjuangan.
satu yang tak kalah penting adalah pemanfaatan sarana media yang diakses oleh massa. contohnya menulis buku, mengisi surat kabar/majalah dan mem-publish di milis/web/homepage/blog. tulislah hal-hal baik yang menginspirasi. bahaslah masalah agama. sadarkan kesalahan yang timbul di kalangan masyarakat.
ikut sertanya wanita dalam membela agama menampakkan kedudukan mulia mereka di dalam islam. janganlah kecintaan pada dunia (pencarian pernghargaan/status hubungan sosial dan jabatan) mengurungkan niat itu. apalagi berkubang pada keputusasaan dalam memperbaiki diri lalu berputus asa dalam memperbaiki masyarakat (dari mulai keluarga). bandingkan usaha kita yang baru sedemikian kemudian memilih berhenti dengan usaha gigih para nabi dan rasul (yang kita mengaku mencontohnya). apa jadinya jika para nabi dan rasul memilih berhenti?
suatu kewajaran adanya dalih “saya tidak pantas”, “saya tidak punya ilmu”, “siapa saya sehingga berani berdakwah atau berusaha menjadi teladan”, “saya banyak salah”, “apalah awak ini”, dan sebagainya. sungguh jika itu merupakan alasan baginya untuk malas berdakwah maka justru ia merendahkan diri sendiri karena membiarkan diri tanpa aktivitas dakwah. dan sungguh semua da’i adalah manusia belaka. jika orang menuruti alasan-alasan tersebut maka pasti tidak akan ada dakwah di dunia.
berusahalah sesuai peran. berjuanglah sesuai kemampuan sebagaimana hakikat jihad yaitu pengerahan apa-apa yang dimampui demi islam. untuk apalagi hidup ini kalau bukan untuk Allah? untuk apalagi mati nanti jika tidak dalam keadaan taqwa dengan jasad yang sedang berproses dan hati yang berniat jihad? dan lihatlah, jalan itu terbuka lebar!
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhoan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. [QS Al-Ankabut (29) : 69]
ummi.
ukhti.
kalianlah harapan..
referensi:
– dourul mar’ati fi nushroti ad-din
– za’dul ma’ad
– wajibatul mar’atil muslimah ala dhou’il kitab wa as-sunnah
bagaimana dengan seorang ukhti yang dianggap telah menelantarkan “keluarga”nya karena sibuk berda’wah di luar rumah?
hendaknya bertaqwalah kepada Allah.
ingatlah bahwa kewajiban utama adalah terhadap keluarga.
bukankah kita diperintahkan untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka?!
bukankah di lingkungan sekitar keluarga juga terdapat masyarakat yang kita bisa berdakwah padanya?!
kecuali untuk sementara menuntut ilmu atau berkepentingan selevel menyelamatkan jiwa manusia serta hal2 yang sepadan.
selain dari perkara2 itu maka alasan sibuk diluar adalah alasan yang mengada-ada.
tapi keluarga di sini bukan keluarga yang sesungguhnya. misalnya seseorang yang kos, tapi akhirnya hubungan dengan teman2 kos menjadi kurang baik karena dia sering keluar. alasannya sibuk syuro, ngurus kampus, diskusi,,,
_smoga bukan ghibah_